“He
bodoh jangan berdiri disitu kau menghalangi mataku” teriak seorang laki-laki
bertopi pada kakek tua yang jalanya tergopoh.
“
he kau tuli apa pura-pura tuli pergi sana, udah tua bau lagi, mengganggu
pemandangan saja “ terus saja kalimat kalimat tak sopan keluar dari mulut
lelaki tak tau sopan-santun itu.
Beberapa
saat setelah laki-laki tua itu dengan susah payah pergi, dia pun melanjutkan
tidur dan tak memperdulikan panggilan sang Pencipta yang sudah sejak tadi
mengisyaratkan untuk segera bangun untuk menunaikan kewajiban.
***
“darimana
saja kamu nak kenapa baru pulang pagi-pagi begini ?” Tanya seorang ibu paruh
baya dan begitu lembut perangainya serta cantik wajahnya, selalu ada senyum
manis yang terpasang dibibir indahnya, tetapi Nampak kesedihan yang hanya
terpendam.
“
sudahlah aku ngantuk, aku mau tidur “ begitu saja jawabannya tanpa ia pedulikan
ibunya yang dengan cemas menunggunya.
“Ibu
sudah masak, jangan lupa makan. Ibu pergi dulu “ dengan sedikit pesan singkat
sang ibupun segera meninggalkan rumah dengan sedan putih miliknya.
***
Suara
keras layaknya konser Avenged, memenuhi runag kamar andika, sudah menjadi
ritual paginya, setiap pukul 10.00 ia bangun dari tidurnya dan mulai lah konser
yang tak tau apakah ia tidak merasa bising dengan suara yang benar-benar
membuat telinga sakit.
Tak
ada kegiatan positif yang ia lakukan setiap harinya, hanya tidur dan
mabuk-mabukan setiap malam. Tak pernah ia pedulikan keadaan ibunya yang
senantiasa rindu dengan Dika sang pangeran kecilnya dulu.
Beruntung
ia lahir di keluarga yang mampu sehingga sampai matipun ia masih bisa bertahan
dengan harta hasil kerja keras ibunya.
Entah
apa yang dibenak andika menjalani hidup yang sama sekali tak membahagiakan dan
hanya mengundang tangis setiap sujud sholat ibunya.
***
“
Nit, apa tak sebaiknya segera dilakukan tindakan serius dan segera ceritakan
ini pada anakmu “ Tanya seorang laki-laki paruh baya tersebut.
“
beri saya waktu lagi don, aku belum bisa meninggalkan pekerjaan ini, anakku
belum cukup dewasa untuk aku amanahkan” pintanya
“
tapi Nita, bagaimana jika terus ditunda akan semakin memburuk keadaanmu” jelas
si dokter untuk segera melakukan perawatan lebih intensif pada pasien
didepanya.
Memang
dokter ini terlihat lebih care pada si ibu cantik ini, karena kebetulan mereka
sahabat sejak dari smp hingga sekarang hubungan mereka selalu baik meski sudah
berkeluarga masing-masing.
“sudahlah
Nit, tak usah kau ambil pusing dengan kelakuan anakmu itu, dia sudah tak ada
gunanya lagi, begitu acuh dia padamu, aku tau memang ia anakmu tapi tak bisakah
kali ini kau percaya padaku, segera lakukan pengobatan “ tambah sang dokter
yang terus membujuk
“
tak pantas kau katakan begitu padaku tentang hal-hal mengenai anakku” pembelaan
yang tak pernah lelah ia ucapkan ketika ada perbincangan buruk mengenai anaknya
“
maaf nit, bukan maksudku menyinggung perasaanmu, tapi anakmu sekarang bukan
Dika pangeran kecilmu yang dulu begitu penurut dan lucu “ tambah sang dokter.
“
sudahlah ini obat yang harus kutebus kan, aku pergi dulu berikan obat ini
setiap aku dating kesini tak usah kau bicarkan hal-hal yang tidak-tidak.”
Sambil mengambil resep ibu canti ini pun meninggalkan ruangan dokter dan tak
menghiraukan wajah sahabatnya yang ingin terus membujuknya.”
***
“
aduh, @#$%& mata kamu dimana sih ? jalan tak lihat-lihat” umpat serta
kata-kata kotor tak tersaring keluar dari mulut Dika
“
kamu mabuk ya, dasar cowok gak jelas, untung mabuk kalau nggak udah tak gampar
tu mulut “ jawab sang cewek dengan nada kesal.
Karena
tau cowok yang dihadapanya sedang tidak pada kondisi normal ia langsung pergi
dan tak memperdulikan sang cowok. Tapi entah sudah beberapa meter langkahnya
kembali ia menengok kebelakang, melihat cowok mabuk itu sudah terkapar
dipinggir jalan dan menjadi tontonan orang-orang yang wira-wiri disekitar
trotoar.
Entah,
hidayah apa yang membuat cewek cantik ini berbalik dan memapah cowok yang sudah
mengata-ngatain serta membawa kerumah kecil yang sudah ia kontrak sejak 2 bulan
lalu.
“
heh kamu siapa? Apa yang kau lakukan padaku? Dimana dompet dan ponselku? Siapa
kamu sebenarnya? Da ..” belum selesai berucap sukses kain lap menyumpal
mulutnya
“
kamu itu manusia tak punya sopan santun dan tak tau terimakasih, sudah ditolong
dijalan masih saja mengomel, Dasar !!!” balas sang cewek
“
kamu belum jawab pertanyaanku” sambil mengeluarkan sumpalan dimulutnya
“
sudahlah kamu sungguh tak berguna, jika aku ibumu sudah kubuang kau dilaut Arafuru, tubuh gagah uang banyak hanya untuk
hidup tak berguna sudahlah mati saja kamu, terlalu mengotori dunia” sahut sang
cewek dengan nada tampak kesal, karena ia tahu apa yang ia lihat dicowok itu
sungguh sayang jika hidupnya hanya disia-siakan.
Lusia
cewek, cewek 19 tahun dengan rambut diikat setiap harinya, ia selalu berjuang
untuk hidupnya, ingin ia lanjutkan kuliah jika biaya mampu menopang hidupnya,
cewek sebatang kara yang ditinggal mati ibu dan ayahnya 1 tahun lalu.
“
sudah aku pulang, terimakasih “ entah bisikan dari mana Dika bias mengatakan
kata-kata langka yang bisa keluar dari mulutnya.
“
baiklah, ingat pesan satu ku ini, pulanglah makan dan hiduplah dengan baik
hidup cukup berharga untuk kau habiskan hanya mabuk-mabukan setiap hari, kau juga
beruntung memiliki ibu dan ayah yang mau membiayai hidup kelammu “ pesan
singkat yang sungguh mengena tepat dihati dika, entah seperti lonceng imlek
membuat batinya seketika bergetar.
“
kau terlalu sok tau menghakimi orang lain, siapa bilang aku punya orang tua ?”
bantah Dika
“
aku yakin kau hidup dan makan dari uang hasil belas kasian dari orang tuamu,
karena laki-laki seperti dirimu tak mampu menghasilkan se sen pun “ balas Lusia
yang tak kalah argument
“
memang kau tak hidup dari mengemis uang orang tuamu ? hah ?” balas Dika tak mau
kalah
“
jaga ucapanmu, jangan sok tau, orang tua ku sudah meninggal dalam kecelakaan 1
tahun lalu, dan sudah 1 tahun ini aku berjuang mempertahankan hidupku, dan
cita-cita kuliah pun harus kukubur dalam-dalam.” Sanggah Lusia
Seolah
mulut Dika terkunci dan tak mampu berkata-kata lagi, ia nyatakan dalam hati
kekalahanya melawan cewek tangguh secara fisik dan batin.
“
ah sudahlah aku pergi “ dika pun ngeloyor dengan rasa sedikit penyesalan.
Sedikit
ada air mata jatuh, selepas mengatakan hal tersebut pada Dika. Teringat
peristiwa 1 tahun lalu kecelakan maut yang merenggut nyawa kedua orang tuanya
ketika perjalanan hendak menunaikan ibadah haji, berita TV yang kala itu
menyiarkan jatuhnya pesawat Lion Air dengan penupang 120 orang termasuk ayah
dan ibunya, ketika berita itu dating, tak kuasa Lusia menahan tangis, rasa
sesak menghujam batinya.
“
peristiwa itu sudah 1 tahun lalu, bukan waktunya berlarut-larut dalam
kesedihan, mari bangkit dan bekerja Lusia” semangat untuk dirinya segera
bangkit dari kasur dan melanjutkan pekerjaanya sebagai deliver makanan.
***
Rumah
itu tampak sepi, biasanya sudah ada makanan yang tersedia dan salam hangat
setiap pagi dari sang ibu yang selalu menanyakan kepergiaanya, tapi pagi ini
Nampak sepi seperti rumah tak bertuan.
“
Mah, mamah ?” kata yang sunguh ibunya rindukan selama 1 tahun terakhir yang tak
pernah Dika ucapkan. Tapi sayang kata itu tak sampai pada Ibunya dan taka ada
jawaban dari seisi rumah.
Dilihatnya
kamar ibunya yang sudah satu tahun tak pernah ia sambangi, biasanya ada ayah
dan ibunya serta ia bercengkara dan bercerita tentang segala hal, Dika yang
manja dan tak jarang ingin tidur bertiga bersama orang tuanya, kala itu usianya
memasuki 18 tahun, meja itu tertulis * selamat ulang tahun dika sayang _Papa
Mama menyayangimu* serta kado yang tak terbungkus sebuah motor ninja yang
diimpikannya.
“tulit-tulit”
bunyi hape terdengar nyaring dikantong dan membuyarkan nostalgia lamanya, yang
diam-diam ia rindukan.
“
halo nak Dika, bisa datang ke RS Panti Rapih ?” suara terdengar diseberang sana
seolah
seperti petir yang menyambar disiang hari, pikirannya mulai kalut dan perasaan
yang tidak mengahantui pikirannya.
“i-i-ini
siapa ? apa yang terjadi “ dengan suara terbata-bata Dika mengklarifikasi
“
ibu kamu masuk UGD, segera kesini” tiba-tiba sambungan telepon itu terputus
“Apa-apa
yang terjadi pada ibuku, apa mah mah mamah gak kenapa-kenapa kan,” batinya
menyeruak dengan pertanyaan khawatir
“
mah….” Suara lirih yang seolah tersendat teringat perlakuan selama setaun ini,
sikap dingin dan acuhnya pada ibu yang tak pernah lelah mengingatkan dan
menyapa serta menunggunya setiap pagi, rekening yang selalu tak kekurangan
padahal uang yang Dika gunakan hanya mabuk-mabukan, tapi sang mamah bahkan tak
peduli pada lelah yang menyiksa ia tetap teguh bekerja.
***
“
dimana ruang ibu Nita Hermawati ?” Tanya dika pada seorang perawat
“
sebentar mas saya cek,” jawab sang perawat
“
Ibu Nita Hermawati, masih di UGD mas, dari sini lurus saja, kemudian kekanan”
jelas perawat.
Tanpa
ucapan makasih Dika pun berlari segera ingin ia lihat wajah ibunya, sampailah
ke UGD, tapi ia tak diperbolehkan masuk, Nampak selang-selang dan kabel-kabel
terpasang memenuhi tubuh ibunya, pertanyaan pun silih berganti memenuhi
pikirannya, sebenarnya apa yang terjadi pada ibunya.
“
Dika, bisa ikut keruang saya” suara dokter Doni membuyarkan lamunan Dika
Tanpa
protes Dika turut mengikuti langkah sang dokter menuju ruang kerja dan
dipersilahkan duduk ditempat biasanya mamanya duduk.
“
ini lihat nak Dika” sambil memperlihatkan hasil ronsen yang yang ia yakin Dika
tak cukup paham
“
apa itu dok, sebenarnya mamah saya kenapa ?” Tanya Dika yang suadah tak paham
dengan semua ini
“
sebenarnya, ibumu sudah menderita kanker serviks, memang sudah sejak lama sudah
aku sarankan untuk berhenti bekerja dan melakukan kemoterapi agar sel kanker
tak menjalar ke tubuh ibumu, tapi alasan ibumu selalu sama, bahwa ia belum bias
meninggalkan beban padamu ia bahkan sudah menabung untuk hidupmu, tak pernah
sedikitpun ibumu mengeluh” penjelasan dokter yang membuat Dika tak kuasa
menahan air matanya
“
biip – biip”, tombol bantuan dimeja dikter doni berbunyi dan bunyi itu berasal
dari ruang UGD tempat dimana mamah Dika sedang dirawat
“
ayo dika segera ke tempat ibumu “
\”
ada apa dok, kenapa ibu saya ?” Tanya Dika
“
dok, bu Nita sudah tak bias di tolong, semua alat ini tak mampu memacu jantung
ibu Nita “ kata sang perawat
Dengan
cekatan dokter doni berusaha dengan semampunya untuk mengembalika detak jantung
mamah cantik Dika, segala alat telah ia pasangkan tapi apalah daya Tuhan sudah
berkata “ Mamah Nita ayo pulang, waktumu sudah habis “
Dengan cemas Dika menunggu diluar dan
berharap ibunya baik-baik saja, bahkan ia berjanji, akan ia perbaiki hidupnya
dan akan ia cintai sepenuh hati ibunya.
Tapi janji-jani dan harapan itu hanya
sekedar khayalan kosong
“
Dika, masuklah” suara dokter mengisyaratkan bahwa ruang UGD boleh ia masuki
“
dok, dokter dokter, kenapa mamah saya siam saja, kenapa alat-alat ini dilepas,
dokter pasang lagi, pasang lagi mamahku tak bias napas nanti, ayo dokter kenapa
diam saja.” Suara dika dengan air mata yang deras mengalir dipipnya
“ Dika, ibumu sudah bahagia,
ikhlaskan ibumu, kami sudah berusaha tapi Tuhan punya rencana lain, jangan kau
kecewakan ibumu dengan segala pengorbanannya “ dengan memeluk dika sang dokter
ikut menenangkan padahal dirinya juga merasa sangat terpukul dengan kepergian
sang sahabat kecilnya.
***
Rumah
penuh kenangan ini terasa kosong dan hampa, bagaikan dunia sudah kiamat, tak
ada lagi cahaya cinta, kasiih sayang benar-benar sirna hanya tangisan dan rasa
sesal yang terus menyesaki dada Dika betapapun tidak teringat perjuangan ibunya
yang tanpa lelah terus dan terus mencintai Dika dengan segala kejelekan yang
dika perbuat,
Tanah
ini begitu lembut dan hangat, bahkan bumi ini begitu hangat memeluk jasad mamah
cantik, tangis tinggalah tangis sesal tinggalah sesal, tak ada yang bias dika
lakukan selain hanya terus menangis dan meratapi kepergian ibunya paying hitam
yang memenuhi tanah penah pemakaman.
***
Dikursi
panjang dihampiri sang dokter, memang sejak kemarin Dika tak makan sesuap nasi,
matanya begitu sembab, tubunhya layu bak tanaman yang akan mati, tatapannya
kosong hatinya remuk,
“
Dika makanlah, jangan ka uterus ratapi kepergian ibumu, jangan kau buat ibumu
semakin sedih” alus kata dokter memeluk
“
Dok, kenapa ada anak taka berguna ini, dibiarkan Tuhan hidup dan membebani malaikat
seperti mamahku ?” sesal dika kembali air matanya menetes
“
sekalipun dunia ini membencimu, dan semua orang mengutuk mu, hanya ibumu yang
tak pernah takut membelamu dan membenarkan kesalahanmu, itulah cinta tulus
seorang ibu” Kalimat dokter menenangkan
Dengan
menyodorkan bingkisan kecil, dokter memberikannya pada Dika, Nampak seperti
kado terbungkus rapi,
“
ini, pesan terakhir yang ibumu titipkan padaku, kuharap kau bias mengerti
dengan cinta ibumu yang tak pernah ternoda” sembari menyerahkan bingkisan sang
dokterpun pergi member waktu pada Dika untuk sekilas kotak waktu dengan mamah
cantik.
Dibukanya
kotak berwana biru, air matanya kembali menetes melihat kaos jersy bertuliskan,
“ pangeran ganteng kapan nonton bola bareng lagi, nanti mamah deh yang masakin”
terisak ia rengkuh dan ciumi jersy olahraga pemberian mamahnya
Ia
temukan sepucuk surat dengan kertas putih dan bersih bertuliskan untuk pangeran
kecilku Andika Atmaja.
Andika sayang
Mamah minta maaf jika karena memaksa papahmu pergi,
menjadi sebab kecelakaan papahmu, tapi asal kau tau nak, mamah menyuruh papa
kala itu hanya untuk membeli jersy ini, kau ingat ada pertandingan sepak bola
favorit mu n papahmu, dan bertepatan juga dengan hari ulang tahunmu, tapi jika
kau menganggap mamah yang menjadikan penyebab papah meninggal, mamah minta
maaf, mamah menebus kesalahan mamah untuk terus hidup bersamamu dan bekerja
keras agar kau tak kekurangan apapun saat mamah pergi, mamah tadi periksa kata
dokter Doni kanker mamah sudah menyebar tapi anehnya tak pernah sakit Karena
ada pangeran kecil yang selalu jadi semangat mamah, tenang nak mamah tak pernah
ingin meninggalkanmu tanpa tanggung jawab, tabungan mamah sudah cukup untuk
kamu hidup tapi jika boleh mamah minta jangan kau rusak dirimu dengan amarahmu
jangan kau sakiti ya nak, mamah tak ingin kau mersakan apa yang mamah rasakan,
meskipun satu tahun membuatmu tak cukup memaafkan mamah, tapi mamah senang kau
masih kembali kerumah dan makan masakan mamah, tak sia-sia deh mamah masak,
hehehee
Nak jadilah anak yang hebat, maaf menuntutmu sedikit
tapi nak kamu tau tidak kenapa selalu mamah kunci kamar setiap malam, karena
mamah selalu menangis dihadapa-Nya ketika mengingat dan mendoakan kamu dan papahmu,
agar senantiasa bahagia. Satu hal yang tak pernah mamah lupa ketika kamu dan
papahmu menonton bola dan goal tawa kalian mengobati seluruh luka mamah,
meskipun mamah tak suka bola selau mamah sempatkan nonton hingga larut malam, bersama
kalian mamah rindu kalian
Nak jaga diri baik-baik mamah sayang kamu
Mamah Dika
Sayang
terindah
Hanya
terengkuh jatuh tanpa daya, penyesalan demi penyesalan datang tanpa ampun, tapi
nasi sudah menjadi bubur tak ada gunanya menyesali, tetapi bubur ini jauh lebih
enak jika ditambah kari, ayam, sayur dan kerupuk.
Mungkin
dika tak mampu memeluk ibunya, tapi lantunan doa disetiap malam sudah cukup
menjadi penghubung rindu.
--END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar