Selasa, 08 Maret 2016

Payung Hitam


“He bodoh jangan berdiri disitu kau menghalangi mataku” teriak seorang laki-laki bertopi pada kakek tua yang jalanya tergopoh.
“ he kau tuli apa pura-pura tuli pergi sana, udah tua bau lagi, mengganggu pemandangan saja “ terus saja kalimat kalimat tak sopan keluar dari mulut lelaki tak tau sopan-santun itu.
Beberapa saat setelah laki-laki tua itu dengan susah payah pergi, dia pun melanjutkan tidur dan tak memperdulikan panggilan sang Pencipta yang sudah sejak tadi mengisyaratkan untuk segera bangun untuk menunaikan kewajiban.

***
            “darimana saja kamu nak kenapa baru pulang pagi-pagi begini ?” Tanya seorang ibu paruh baya dan begitu lembut perangainya serta cantik wajahnya, selalu ada senyum manis yang terpasang dibibir indahnya, tetapi Nampak kesedihan yang hanya terpendam.
            “ sudahlah aku ngantuk, aku mau tidur “ begitu saja jawabannya tanpa ia pedulikan ibunya yang dengan cemas menunggunya.
            “Ibu sudah masak, jangan lupa makan. Ibu pergi dulu “ dengan sedikit pesan singkat sang ibupun segera meninggalkan rumah dengan sedan putih miliknya.
***
Suara keras layaknya konser Avenged, memenuhi runag kamar andika, sudah menjadi ritual paginya, setiap pukul 10.00 ia bangun dari tidurnya dan mulai lah konser yang tak tau apakah ia tidak merasa bising dengan suara yang benar-benar membuat telinga sakit.
Tak ada kegiatan positif yang ia lakukan setiap harinya, hanya tidur dan mabuk-mabukan setiap malam. Tak pernah ia pedulikan keadaan ibunya yang senantiasa rindu dengan Dika sang pangeran kecilnya dulu.
Beruntung ia lahir di keluarga yang mampu sehingga sampai matipun ia masih bisa bertahan dengan harta hasil kerja keras ibunya.
Entah apa yang dibenak andika menjalani hidup yang sama sekali tak membahagiakan dan hanya mengundang tangis setiap sujud sholat ibunya.
***
“ Nit, apa tak sebaiknya segera dilakukan tindakan serius dan segera ceritakan ini pada anakmu “ Tanya seorang laki-laki paruh baya tersebut.
“ beri saya waktu lagi don, aku belum bisa meninggalkan pekerjaan ini, anakku belum cukup dewasa untuk aku amanahkan” pintanya
“ tapi Nita, bagaimana jika terus ditunda akan semakin memburuk keadaanmu” jelas si dokter untuk segera melakukan perawatan lebih intensif pada pasien didepanya.
Memang dokter ini terlihat lebih care pada si ibu cantik ini, karena kebetulan mereka sahabat sejak dari smp hingga sekarang hubungan mereka selalu baik meski sudah berkeluarga masing-masing.
“sudahlah Nit, tak usah kau ambil pusing dengan kelakuan anakmu itu, dia sudah tak ada gunanya lagi, begitu acuh dia padamu, aku tau memang ia anakmu tapi tak bisakah kali ini kau percaya padaku, segera lakukan pengobatan “ tambah sang dokter yang terus membujuk
“ tak pantas kau katakan begitu padaku tentang hal-hal mengenai anakku” pembelaan yang tak pernah lelah ia ucapkan ketika ada perbincangan buruk mengenai anaknya
“ maaf nit, bukan maksudku menyinggung perasaanmu, tapi anakmu sekarang bukan Dika pangeran kecilmu yang dulu begitu penurut dan lucu “ tambah sang dokter.
“ sudahlah ini obat yang harus kutebus kan, aku pergi dulu berikan obat ini setiap aku dating kesini tak usah kau bicarkan hal-hal yang tidak-tidak.” Sambil mengambil resep ibu canti ini pun meninggalkan ruangan dokter dan tak menghiraukan wajah sahabatnya yang ingin terus membujuknya.”
***
“ aduh, @#$%& mata kamu dimana sih ? jalan tak lihat-lihat” umpat serta kata-kata kotor tak tersaring keluar dari mulut Dika
“ kamu mabuk ya, dasar cowok gak jelas, untung mabuk kalau nggak udah tak gampar tu mulut “ jawab sang cewek dengan nada kesal.
Karena tau cowok yang dihadapanya sedang tidak pada kondisi normal ia langsung pergi dan tak memperdulikan sang cowok. Tapi entah sudah beberapa meter langkahnya kembali ia menengok kebelakang, melihat cowok mabuk itu sudah terkapar dipinggir jalan dan menjadi tontonan orang-orang yang wira-wiri disekitar trotoar.
Entah, hidayah apa yang membuat cewek cantik ini berbalik dan memapah cowok yang sudah mengata-ngatain serta membawa kerumah kecil yang sudah ia kontrak sejak 2 bulan lalu.
“ heh kamu siapa? Apa yang kau lakukan padaku? Dimana dompet dan ponselku? Siapa kamu sebenarnya? Da ..” belum selesai berucap sukses kain lap menyumpal mulutnya
“ kamu itu manusia tak punya sopan santun dan tak tau terimakasih, sudah ditolong dijalan masih saja mengomel, Dasar !!!” balas sang cewek
“ kamu belum jawab pertanyaanku” sambil mengeluarkan sumpalan dimulutnya
“ sudahlah kamu sungguh tak berguna, jika aku ibumu sudah kubuang kau dilaut  Arafuru, tubuh gagah uang banyak hanya untuk hidup tak berguna sudahlah mati saja kamu, terlalu mengotori dunia” sahut sang cewek dengan nada tampak kesal, karena ia tahu apa yang ia lihat dicowok itu sungguh sayang jika hidupnya hanya disia-siakan.
Lusia cewek, cewek 19 tahun dengan rambut diikat setiap harinya, ia selalu berjuang untuk hidupnya, ingin ia lanjutkan kuliah jika biaya mampu menopang hidupnya, cewek sebatang kara yang ditinggal mati ibu dan ayahnya 1 tahun lalu.
“ sudah aku pulang, terimakasih “ entah bisikan dari mana Dika bias mengatakan kata-kata langka yang bisa keluar dari mulutnya.
“ baiklah, ingat pesan satu ku ini, pulanglah makan dan hiduplah dengan baik hidup cukup berharga untuk kau habiskan hanya mabuk-mabukan setiap hari, kau juga beruntung memiliki ibu dan ayah yang mau membiayai hidup kelammu “ pesan singkat yang sungguh mengena tepat dihati dika, entah seperti lonceng imlek membuat batinya seketika bergetar.
“ kau terlalu sok tau menghakimi orang lain, siapa bilang aku punya orang tua ?” bantah Dika
“ aku yakin kau hidup dan makan dari uang hasil belas kasian dari orang tuamu, karena laki-laki seperti dirimu tak mampu menghasilkan se sen pun “ balas Lusia yang tak kalah argument
“ memang kau tak hidup dari mengemis uang orang tuamu ? hah ?” balas Dika tak mau kalah
“ jaga ucapanmu, jangan sok tau, orang tua ku sudah meninggal dalam kecelakaan 1 tahun lalu, dan sudah 1 tahun ini aku berjuang mempertahankan hidupku, dan cita-cita kuliah pun harus kukubur dalam-dalam.” Sanggah Lusia
            Seolah mulut Dika terkunci dan tak mampu berkata-kata lagi, ia nyatakan dalam hati kekalahanya melawan cewek tangguh secara fisik dan batin.
            “ ah sudahlah aku pergi “ dika pun ngeloyor dengan rasa sedikit penyesalan.
            Sedikit ada air mata jatuh, selepas mengatakan hal tersebut pada Dika. Teringat peristiwa 1 tahun lalu kecelakan maut yang merenggut nyawa kedua orang tuanya ketika perjalanan hendak menunaikan ibadah haji, berita TV yang kala itu menyiarkan jatuhnya pesawat Lion Air dengan penupang 120 orang termasuk ayah dan ibunya, ketika berita itu dating, tak kuasa Lusia menahan tangis, rasa sesak menghujam batinya.
            “ peristiwa itu sudah 1 tahun lalu, bukan waktunya berlarut-larut dalam kesedihan, mari bangkit dan bekerja Lusia” semangat untuk dirinya segera bangkit dari kasur dan melanjutkan pekerjaanya sebagai deliver makanan.

***
            Rumah itu tampak sepi, biasanya sudah ada makanan yang tersedia dan salam hangat setiap pagi dari sang ibu yang selalu menanyakan kepergiaanya, tapi pagi ini Nampak sepi seperti rumah tak bertuan.
            “ Mah, mamah ?” kata yang sunguh ibunya rindukan selama 1 tahun terakhir yang tak pernah Dika ucapkan. Tapi sayang kata itu tak sampai pada Ibunya dan taka ada jawaban dari seisi rumah.
            Dilihatnya kamar ibunya yang sudah satu tahun tak pernah ia sambangi, biasanya ada ayah dan ibunya serta ia bercengkara dan bercerita tentang segala hal, Dika yang manja dan tak jarang ingin tidur bertiga bersama orang tuanya, kala itu usianya memasuki 18 tahun, meja itu tertulis * selamat ulang tahun dika sayang _Papa Mama menyayangimu* serta kado yang tak terbungkus sebuah motor ninja yang diimpikannya.
            “tulit-tulit” bunyi hape terdengar nyaring dikantong dan membuyarkan nostalgia lamanya, yang diam-diam ia rindukan.
            “ halo nak Dika, bisa datang ke RS Panti Rapih ?” suara terdengar diseberang sana
seolah seperti petir yang menyambar disiang hari, pikirannya mulai kalut dan perasaan yang tidak mengahantui pikirannya.
“i-i-ini siapa ? apa yang terjadi “ dengan suara terbata-bata Dika mengklarifikasi
“ ibu kamu masuk UGD, segera kesini” tiba-tiba sambungan telepon itu terputus
“Apa-apa yang terjadi pada ibuku, apa mah mah mamah gak kenapa-kenapa kan,” batinya menyeruak dengan pertanyaan khawatir
“ mah….” Suara lirih yang seolah tersendat teringat perlakuan selama setaun ini, sikap dingin dan acuhnya pada ibu yang tak pernah lelah mengingatkan dan menyapa serta menunggunya setiap pagi, rekening yang selalu tak kekurangan padahal uang yang Dika gunakan hanya mabuk-mabukan, tapi sang mamah bahkan tak peduli pada lelah yang menyiksa ia tetap teguh bekerja.
***
“ dimana ruang ibu Nita Hermawati ?” Tanya dika pada seorang perawat
“ sebentar mas saya cek,” jawab sang perawat
“ Ibu Nita Hermawati, masih di UGD mas, dari sini lurus saja, kemudian kekanan” jelas perawat.
Tanpa ucapan makasih Dika pun berlari segera ingin ia lihat wajah ibunya, sampailah ke UGD, tapi ia tak diperbolehkan masuk, Nampak selang-selang dan kabel-kabel terpasang memenuhi tubuh ibunya, pertanyaan pun silih berganti memenuhi pikirannya, sebenarnya apa yang terjadi pada ibunya.
“ Dika, bisa ikut keruang saya” suara dokter Doni membuyarkan lamunan Dika
Tanpa protes Dika turut mengikuti langkah sang dokter menuju ruang kerja dan dipersilahkan duduk ditempat biasanya mamanya duduk.
“ ini lihat nak Dika” sambil memperlihatkan hasil ronsen yang yang ia yakin Dika tak cukup paham
“ apa itu dok, sebenarnya mamah saya kenapa ?” Tanya Dika yang suadah tak paham dengan semua ini
“ sebenarnya, ibumu sudah menderita kanker serviks, memang sudah sejak lama sudah aku sarankan untuk berhenti bekerja dan melakukan kemoterapi agar sel kanker tak menjalar ke tubuh ibumu, tapi alasan ibumu selalu sama, bahwa ia belum bias meninggalkan beban padamu ia bahkan sudah menabung untuk hidupmu, tak pernah sedikitpun ibumu mengeluh” penjelasan dokter yang membuat Dika tak kuasa menahan air matanya
“ biip – biip”, tombol bantuan dimeja dikter doni berbunyi dan bunyi itu berasal dari ruang UGD tempat dimana mamah Dika sedang dirawat
“ ayo dika segera ke tempat ibumu “
\” ada apa dok, kenapa ibu saya ?” Tanya Dika
            “ dok, bu Nita sudah tak bias di tolong, semua alat ini tak mampu memacu jantung ibu Nita “ kata sang perawat
            Dengan cekatan dokter doni berusaha dengan semampunya untuk mengembalika detak jantung mamah cantik Dika, segala alat telah ia pasangkan tapi apalah daya Tuhan sudah berkata “ Mamah Nita ayo pulang, waktumu sudah habis “
Dengan cemas Dika menunggu diluar dan berharap ibunya baik-baik saja, bahkan ia berjanji, akan ia perbaiki hidupnya dan akan ia cintai sepenuh hati ibunya.
Tapi janji-jani dan harapan itu hanya sekedar khayalan kosong
            “ Dika, masuklah” suara dokter mengisyaratkan bahwa ruang UGD boleh ia masuki
            “ dok, dokter dokter, kenapa mamah saya siam saja, kenapa alat-alat ini dilepas, dokter pasang lagi, pasang lagi mamahku tak bias napas nanti, ayo dokter kenapa diam saja.” Suara dika dengan air mata yang deras mengalir dipipnya
            “ Dika, ibumu sudah bahagia, ikhlaskan ibumu, kami sudah berusaha tapi Tuhan punya rencana lain, jangan kau kecewakan ibumu dengan segala pengorbanannya “ dengan memeluk dika sang dokter ikut menenangkan padahal dirinya juga merasa sangat terpukul dengan kepergian sang sahabat kecilnya.
***
            Rumah penuh kenangan ini terasa kosong dan hampa, bagaikan dunia sudah kiamat, tak ada lagi cahaya cinta, kasiih sayang benar-benar sirna hanya tangisan dan rasa sesal yang terus menyesaki dada Dika betapapun tidak teringat perjuangan ibunya yang tanpa lelah terus dan terus mencintai Dika dengan segala kejelekan yang dika perbuat,
            Tanah ini begitu lembut dan hangat, bahkan bumi ini begitu hangat memeluk jasad mamah cantik, tangis tinggalah tangis sesal tinggalah sesal, tak ada yang bias dika lakukan selain hanya terus menangis dan meratapi kepergian ibunya paying hitam yang memenuhi tanah penah pemakaman.
***
Dikursi panjang dihampiri sang dokter, memang sejak kemarin Dika tak makan sesuap nasi, matanya begitu sembab, tubunhya layu bak tanaman yang akan mati, tatapannya kosong hatinya remuk,
“ Dika makanlah, jangan ka uterus ratapi kepergian ibumu, jangan kau buat ibumu semakin sedih” alus kata dokter memeluk
“ Dok, kenapa ada anak taka berguna ini, dibiarkan Tuhan hidup dan membebani malaikat seperti mamahku ?” sesal dika kembali air matanya menetes
“ sekalipun dunia ini membencimu, dan semua orang mengutuk mu, hanya ibumu yang tak pernah takut membelamu dan membenarkan kesalahanmu, itulah cinta tulus seorang ibu”  Kalimat dokter menenangkan
            Dengan menyodorkan bingkisan kecil, dokter memberikannya pada Dika, Nampak seperti kado terbungkus rapi,
            “ ini, pesan terakhir yang ibumu titipkan padaku, kuharap kau bias mengerti dengan cinta ibumu yang tak pernah ternoda” sembari menyerahkan bingkisan sang dokterpun pergi member waktu pada Dika untuk sekilas kotak waktu dengan mamah cantik.
Dibukanya kotak berwana biru, air matanya kembali menetes melihat kaos jersy bertuliskan, “ pangeran ganteng kapan nonton bola bareng lagi, nanti mamah deh yang masakin” terisak ia rengkuh dan ciumi jersy olahraga pemberian mamahnya
Ia temukan sepucuk surat dengan kertas putih dan bersih bertuliskan untuk pangeran kecilku Andika Atmaja.
Andika sayang
Mamah minta maaf jika karena memaksa papahmu pergi, menjadi sebab kecelakaan papahmu, tapi asal kau tau nak, mamah menyuruh papa kala itu hanya untuk membeli jersy ini, kau ingat ada pertandingan sepak bola favorit mu n papahmu, dan bertepatan juga dengan hari ulang tahunmu, tapi jika kau menganggap mamah yang menjadikan penyebab papah meninggal, mamah minta maaf, mamah menebus kesalahan mamah untuk terus hidup bersamamu dan bekerja keras agar kau tak kekurangan apapun saat mamah pergi, mamah tadi periksa kata dokter Doni kanker mamah sudah menyebar tapi anehnya tak pernah sakit Karena ada pangeran kecil yang selalu jadi semangat mamah, tenang nak mamah tak pernah ingin meninggalkanmu tanpa tanggung jawab, tabungan mamah sudah cukup untuk kamu hidup tapi jika boleh mamah minta jangan kau rusak dirimu dengan amarahmu jangan kau sakiti ya nak, mamah tak ingin kau mersakan apa yang mamah rasakan, meskipun satu tahun membuatmu tak cukup memaafkan mamah, tapi mamah senang kau masih kembali kerumah dan makan masakan mamah, tak sia-sia deh mamah masak, hehehee
Nak jadilah anak yang hebat, maaf menuntutmu sedikit tapi nak kamu tau tidak kenapa selalu mamah kunci kamar setiap malam, karena mamah selalu menangis dihadapa-Nya ketika mengingat dan mendoakan kamu dan papahmu, agar senantiasa bahagia. Satu hal yang tak pernah mamah lupa ketika kamu dan papahmu menonton bola dan goal tawa kalian mengobati seluruh luka mamah, meskipun mamah tak suka bola selau mamah sempatkan nonton hingga larut malam, bersama kalian mamah rindu kalian
Nak jaga diri baik-baik mamah sayang kamu

                                                                                                Mamah Dika
                                                                                                Sayang terindah

Hanya terengkuh jatuh tanpa daya, penyesalan demi penyesalan datang tanpa ampun, tapi nasi sudah menjadi bubur tak ada gunanya menyesali, tetapi bubur ini jauh lebih enak jika ditambah kari, ayam, sayur dan kerupuk.
            Mungkin dika tak mampu memeluk ibunya, tapi lantunan doa disetiap malam sudah cukup menjadi penghubung rindu.
--END-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar