Jumat, 13 Januari 2017

Pemimpin Untuk Rakyat




Kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain.  Dalam situasi tertentu,  seorang pemimpin harus mempunyai komitmen bahwa setiap kebijakannya ialah untuk kepentingan rakyat. selain itu, ia juga harus mampu  bekerjasama baik dengan masyarakat maupun dengan dirinya sendiri demi mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pada era globalisasi, pemimpin dihadapkan pada tantangan tersendiri dalam menghadapi masyarakat, salah satunya  perubahan – perubahan yang tidak menentu. Kecanggihan teknologi membuat ketidakstabilan karena budaya-budaya asing dengan mudah masuk dan bercampur dengan budaya lokal. Sehingga, hal ini berpengaruh pada kondisi masyarakat  serta berpengaruh pada kebijakan yang dibuat oleh pemimpin itu sendiri.

Di Indonesia, dengan sistem demokrasi, penentu kebijakan memang berada di tangan eksekutif dalam hal ini pemerintah. Namun dalam penetapannya, pemerintah mendapatkan rekomendasi atas kebijakan yang pro dengan rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Secara politik, DPR memiliki tiga fungsi utama, salah satunya menjalankan fungsi legislasi yaitu fungsi pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Kebijakan DPR inilah yang harus benar-benar ditetapkan sesuai kepentingan rakyat. karena apabila kebijakannya tidak tepat akan melahirkan beberapa masalah sosial yang terjadi. Antara lain ialah  kemiskinan dan kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, kekuasaan DPR sebagai lembaga negara dan sebagai pemangku kebijakan harus jeli melihat persoalan seperti ini.  

Pada konsepnya, masalah kepemimpinan merupakan masalah yang rumit. seperti yang di gagas oleh Max Weber (Jerman) yang mengartikan bahwa kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk memaksakan kehendaknya pada orang atau kelompok lain. Maka, sebagai seseorang yang berkuasa tentu mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai wakil rakyat.

Namun yang menjadi permasalahan saat ini ialah apakah kebijakan yang di buat oleh DPR sebagai pemimpin rakyat itu benar-benar pro dengan rakyatnya?. Atau bahkan mereka yang telah terpilih sebagai wakil rakyat justru mengedepankan kepentingan kelompok serta partai politik yang mendukungnya. Sehingga, masyarakatpun hanya di jadikan komoditas untuk menjual janji-janji politik pada saat musim kampanye berlangsung.

 Bahkan faktanya, kesenjangan yang ada di Indonesia masih terhitung cukup banyak. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa penduduk  Indonesia dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada Maret 2016  mencapai 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Selain masih banyaknya masyarakat miskin, masalah lain yang timbul di negara ini ialah banyaknya praktek korupsi yang dilakukan oleh petinggi-petinggi negara. Mereka yang menyebutkan dirinya sebagai wakil rakyat sudah banyak ditunggangi oleh kepentingan individu dan kelompoknya. Bahkan data dari Indonesian Coruption Watch (ICW) menyatakan bahwa pada tahun 2015 negara mengalami kerugian  mencapai Rp. 3,1 triliun akibat dari 550 kasus korupsi yang dilakukan oleh elit politik.  kekuasaan telah membuat seseorang lalai akan tanggung jawab sebenarnya, bahkan rela mengorbankan negaranya tetap ia lakukan.

Mewujudkan Politik Rahmatan Lil ‘alamin

Berbicara mengenai politik, sebagian masyarakat mungkin akan merasa jenuh dan memandang sebelah mata dunia perpolitikan. Bahkan sebagian masyarakat benar-benar tidak mengerti esensi dari politik itu sendiri. Sehingga, sudah bukan rahasia lagi saat-saat musim kampanye atau musim pemilihan umum berlangsung, praktek Money Politik terjadi di mana-mana. Terutama masyarakat dengan kelas menengah kebawah, yang biasanya dibeli hak suaranya dengan sangat murah.

Padahal, politik dan kekuasaan perlu mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Politik menjadi penentu kemana arah bangsa kedepannya. Serta, bagaimana ia mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia menggunakan kekayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam negeri. Ini bisa terwujud dengan menjadikan dunia politik yang di anggap penuh dengan kebohongan menjadi politik yang  Rahmatan Lil ‘alamin atau menjadi rahmat bagi semsesta alam.

Politik seperti ini sangat tepat apabila di terapkan dalam bernegara. Apalagi di Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya serta kepercayaan. Tidak hanya itu saja, bahwa sebagai mayarakat dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tentu mempunyai kewajiban lain selain hubungannya dengan manusia, yaitu hubungan dengan alam semsesta.

Seperti salah satu partai politik yang berbasis Islam. Partai kebangkitan bangsa (PKB) misalnya. Dengan menjunjung tinggi asas toleransi, partai ini tidak hanya memihak kepada masyarakat muslim saja apalagi hanya NU saja. Namun partai ini benar-benar melihat akan kemajemukan masyarakat, sehingga fanatisme terhadap Islam tidak di lakukan di internal PKB.

Hal ini dibuktikan dengan adanya salah satu sosok dari PKB yang menjadi presiden RI ke-empat, K.H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab di panggil Gus Dur. Pada saat beliau menjabat sebagai presiden Indonesia menggantikan Presiden B.J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu tahun 1999, ia membuat beberapa reformasi. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup.

Bahkan H.A Muhaimin Iskandar  dalam sebuah talk show yang bertajuk “Mengahadirkan Kembali Spirit Gus Dur” yang digelar DPP PKB di Jakarta, 22 Desember tahun lalu memberikan contoh menarik kepada audience terkait sosok Gus Dur. bagaimana ia berjuang menegakkan demokrasi di Indonesia. menurutnya, ancaman terbesar di era modern saat unu ialah paham radikalisme terhadap kebhinekaan.

(Sumber: http://dpp.pkb.or.id/content/mengenang-gus-dur)

Yang perlu di garis bawahi dalam hal ini ialah bagaimana PKB serta partai lain menjadi partai yang Rahmatan lil ‘alamin. Dalam artian semua anggota di dalamnya benar-benar menjadi rahmat bagi semesta alam, tidak haus akan kekuasaan apalagi mementingkan kepentingan individu dan kelompoknya. Sehingga, politik yang mereka jalani,  menjadi politik dengan asas Pancasila dalam kata yang lain ialah Rahmatan Lil ‘alamin.

Poin yang terpenting, bagaimana partai politik tersebut melahirkan anggota-anggota dengan mental yang baik. Salah satunya  mencetak pemimpin dengan karakter SATFA, yaitu Shiddiq (jujur), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan) serta yang terakhir ialah Fathonah (pintar). Apabila seluruh pemimpin yang di usung oleh partai politik memiliki ke empat karakter ini maka politik di Indonesia akan menjadi Politik Rahmatan Lil ‘alamin. tidak hanya itu, pemimpinnya dipastikan ialah menjadi pemimpin untuk rakyat bukan pemimpin untuk partai pengusungnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar